There is a big disconnect between reality and what is reported by the Indonesian Department of Agriculture.

This is evidenced by the claim that production of corn in Indonesia had reached 27.9 Million Tons by November 2017 and the fact that the price of Corn in the market remains high.

Currently the price of corn is around Rp 4,200 – Rp 4,500 /kg or about USD 310 – 330 /Ton.  That is the second highest corn price in the world.  While the target market price established by the Indonesian government is at Rp 3,150 /kg or USD 233 / Ton.

Pak Ki Musbar, the coordinator for the National Layer Farmer’s Forum (Peternak Layer National) said that the government’s claim is not based on facts.  He concluded that if the production is increased, then logically, the price of corn should fall.  But up to now, the price of corn has remained very high.  He also said that the data published by the Department of Agriculture is different from the data published by the International Fund for Agricultural Development (IFAD) United States Department of Agriculture (USDA) that estimates that Indonesia’s production is at most only 13 Million Tons.  Right now, there are no more land to plant corn.  Most of the arable land has been used to plant Palm Trees to produce Palm Oil which is a more valuable crop.  This is in stark contrast to the claim by Secretary of Agriculture’s claim that they have added about 6 million hectares of additional land for Corn cultivation.

Note that other corn replacement grains such as Sorghum, although not officially prohibited, are no longer allowed into the country by the Agriculture Ministry.  Feed Wheat used to be unofficially banned as well, but due to the severe shortage of corn, the Indonesian Feed millers Association (Gabungan Usaha Makanan Ternak) has obtained import quotas for 200,000 Tons of Feed Wheat.  Other shortages of corn are covered by Flour Millers buying extra wheat then selling it to the feed mills in the black market.

The increase in corn prices has forced feed millers to raise prices of their feed by about Rp 200 / kg or about USD 15 /Ton.

 

 

 

Above Data Taken From Agriculture Department Research Center (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian)

Published in 27 Nov 2014

The above article was based in part on the article below:

Produksi naik, harga jagung tetap tinggi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Walau Kementerian mengklaim ada lonjakan produksi jagung dalam negeri hingga mencapai 27,9 juta ton sampai November 2017, namun di lapangan harga jagung masih tetap tinggi.

Saat ini harga jagung di pasaran masih di kisaran Rp 4.200 – Rp 4.500 per kilogram (kg). Harga tersebut jauh di atas harga jagung di tingkat petani yang dtetapkan pemerintah Rp 3.150 per kg dengan kadar air 15%.

Koordinator Forum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar mengatakan, klaim produksi jagung Kemtan tak didasarkan pada fakta yang ada. Seharusnya bila produksi naik, harga jagung turun. Tapi sampai sekarang harga jagung tak juga turun.

“Sampai sekarang tidak ada perubahan harga jagung,” ujarnya kepada KONTAN, Jumat (24/11).

Apalagi dia menjelaskan data yang dipublikasikan Kemtan tersebut berbeda dengan data International Fund for Agricultural Development (IFAD) United States Department of Agriculture (USDA) yang menyebutkan data produksi jagung Indonesia paling tinggi 13 juta ton.

“Sebab kalau ada produksi sebesar 27,9 juta ton pasti harga akan terkoreksi turun,” ujarnya.

Menurutnya, pada saat ini tidak mudah menanam jagung karena lahannya tidak ada. Banyak lahan pertanian sudah digunakan untuk tanaman kelapa sawit karena hasilnya lebih besar ketimbang tanaman jagung.

Belum tercukupinya kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan ternak, membuat Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) mengajukan impor gandum untuk pakan ternak sebanyak 200.000 ton. Klaim kenaikan produksi jagung hingga mencapai 27,9 juta ton menurut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dikarenakan adanya perluasan lahan sebesar 6 juta hektare (ha).

Dengan adanya perluasan lahan itu, maka produksi jagung nasional bisa naik. Dengan lonjakan itu, dia optimis produksi jagung ini dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang relatif kecil.

Saat ini rata-rata kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak hanya sekitar 8,5 juta ton per tahun. Bahkan menurutnya, dengan peningkatan produksi jagung tersebut, pihaknya sedang menjajaki peluang ekspor jagung ke Malaysia.

“Kita sudah bertemu dengan menteri dari Malaysia dan ada peluang ekspor 3 juta ton sampai 4 juta ton per tahun,” ujar Amran.

Menurut Amran potensi itu masih terbuka besar. Kualitas jagung yang baik membuat Kemtan yakin produk jagung Indonesia akan terjual di pasar Negeri Jiran tersebut. Selain masalah kualitas, ekspor jagung juga dinilai tidak akan mengganggu kebutuhan lokal.

Hal itu diungkapkan Amran karena mengklaim tahun 2017 ini Indonesia telah swasembada jagung. “Ekspor tidak mengganggu stabilitas pasokan dalam negeri,” kata menteri asal Makassar tersebut. Untuk 2018 Kemtan menargetkan menambahkan luas areal tanam seluas 4 juta ton di luar lahan yang ada sekarang sehingga produksi terus mengalami kenaikan.

Reporter Abdul Basith
Editor Barratut Taqiyyah Rafie
Share This